Ulangan Harian Bab 3
Mengapa Membaca itu Penting
Menjaga Suluh Dihempasan Angin Puyuh
Medio Juli 2021 masyarakat
Indonesia dihebohkan dengan pernyataan dr. Louis yang salah satunya menyatakan
tentang bahaya interaksi obat Covid-19. Tidak butuh waktu lama, pernyataan ini
pun sontak menjadi viral di tengah-tengah masyarakat. Dan pada saat bersamaan
korbanpun mulai berjatuhan disebabkan oleh pernyataan yang dikeluarkan seorang
wanita yang “dulunya” berprofesi sebagai dokter tersebut, setidaknya demikian
pengakuan keluarga korban.
Adalah Helmi Indra, sebagaimana
dikutip dari mediaindonesia.com (19/7/2021), seorang warga Depok yang
menceritakan kisah ayahnya yang meninggal setelah termakan hoax Covid-19 dari
dr. Louis.
Sejatinya kasus tersebut tidak harus
terjadi bila saja masyarakat kita telah memiliki kemampuan literasi yang mapan.
Dengan daya literasi masyarakat yang baik maka sebuah berita yang datang tentu
tidak akan dengan mudah dipercaya begitu saja oleh seseorang, namun
memungkinkan ia melakukan penelusuran lebih jauh terkait dengan kebenaran
berita tersebut. Terlebih saat ini, di tengah pandemi yang melanda bangsa kita,
berita hoax bebas berseliweran mencari mangsa. Lagi-lagi mangsanya adalah orang
yang miskin literasi. Pentingnya arti literasi bagi masyarakat ini menyadarkan
pemerintah untuk melakukan terobosan yang diyakini dapat mengupgrade
kemampuan literasi masyarakat dalam semua tingkatan. Digelarlah berbagai
kegiatan yang secara langsung ataupun tidak langsung bersentuhan dengan
literasi membaca, mulai dari Gerakan Literasi Nasional, Gerakan Literasi
Sekolah, Pojok Baca, Duta Baca, Pohon Baca, hingga kewajiban membaca sebuah
buku sebelum belajar di kelas dimulai selama 15 menit. Semua kegiatan tersebut salah
satunya tersengat oleh kenyataan bahwa berdasarkan data laporan yang
dikeluarkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) melalui Programme for International Student Assessment (PISA)
untuk tahun 2018 Indonesia berada di posisi ke-74 dari 79 negara yang disurvei,
dan data itu semakin menurun berdasarkan laporan dari organisasi dan program
yang sama di tahun 2015, yaitu posisi 64 dari 72 negara. Miris, itu pasti.
Dari enam literasi dasar yang
dikenal, maka literasi baca-tulis merupakan salah satu literasi yang boleh
dibilang sebagai kegiatan literasi tertua. Ia merupakan kegiatan yang banyak
dilakukan oleh masyarakat serta tidak dipisahkan dari kehidupan mereka. Hal itu
menandakan bahwa kegiatan membaca, dan juga menulis, merupakan kegiatan yang
sangat penting. Mengapa membaca menjadi sangat penting bagi seseorang, dan juga
komunitas? Jawabnya, karena dalam membaca maka seseorang setidaknya akan
mendapatkan empat hal berikut.
Pertama, menjalankan perintah
Allah Tuhan yang Maha Kuasa. Bagi seorang Muslim sudah tentu hal ini bukanlah
hal yang mengagetkan, karena wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi saw
adalah perintah membaca. Iqro bismi robbikal a’la “Bacalah, dengan
menyebut nama Tuhanmu yang Mahatinggi” (Q.S.87:1). Dengan demikian, sebenarnya
membaca telah mendapatkan legalitas teologis yang sangat tinggi. Dan dengan
satu alasan ini saja sebenarnya sudah cukup menjadikan membaca sebagai sesuatu
kegiatan wajib.
Kedua, menumbuhkan akal rasional
dan menjaga akal keluar nalar. Salah satu perbedaan terbesar antara zaman
kemunduran dengan zaman pencerahan terletak pada seberapa besar penggunaan akal
rasional oleh masyarakat. Ia menjadi neraca yang memberikan panduan dalam
mengambil keputusan dan tindakan. Oleh sebab itu, kemampuan akal rasional
hendaklah senantiasa dijaga. Dan salah satu bentuk penjagaan tersebut ialah
dengan membaca. Karena membaca memberikan nutrisi bagi akal untuk terus
mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam berpikir secara rasional. Di saat
begitu banyak tindakan yang di luar nalar lahir dari masyarakat maka kemampuan
membaca mutlak harus ditingkatkan. Secara teologis, lagi-lagi al-Qur’an telah
banyak menyinggung perihal menjaga dan menggunakan akal rasional, seperti afala
ta’qilun “Apakah kamu tidak berpikir’, afala yatadabbarun “Apakah
kamu tidak mengambil pelajaran”, ya ulil albab “Wahai orang-orang yang
berpikir”.
Ketiga, memandu tindakan mencapai
tujuan. Begitu banyak tujuan-tujuan dalam kegiatan masyarakat yang hanya akan
tercapai salah satunya dengan kemauan dan kemampuan membaca. Kesadaran akan hal
tersebut melahirkan buku-buku resep, buku panduan, buku pedoman, dan buku
sejenis yang memandu seseorang dalam mencapai tujuannya. Dengan membaca
buku-buku dengan tipologi ini maka bukan saja akan mengarahkan langkah namun
juga memastikan ketercapaian tujuan serta cita-cita.
Keempat, membangun peradaban.
Salah satu indikator yang disepakati sebagai penentu peradaban adalah indeks
membaca masyarakat suatu bangsa. Pada negara-negara yang diakui sebagai negara
berperadaban maju tingkat membaca masyarakatnya telah sangat baik. Indikator
lain adalah kepemilikan mereka akan buku sebagai bahan bacaan juga demikian
tinggi. Kedua indikator tersebut bagi bangsa kita harus diakui masih sangatlah
rendah. Maka tidak ada jalan lain, bila kita ingin membangun peradaban bangsa,
membaca merupakan salah satu kunci yang utama. Tidak bisa tidak!
Demikian beberapa makna terdalam
yang terdapat dalam kegiatan membaca. Bila saja setiap anggota masyarakat
Indonesia menyadari dan memahami niscaya mereka akan tahu bahwa membaca ibarat
sebuah suluh (pelita) dalam kehidupan, terlebih disaat sekarang ini arus media
serta komunikasi demikian deras dan kencang. Ia bisa saja membawa seseorang
dengan pusarannya untuk kemudian melemparkannya jauh dari sifat kemanusiaannya.
Laksana angin puyuh yang terus berputar untuk kemudian menyambar dan melempar
apa saja yang ada didekatnya. Oleh sebabnya, membaca bagi setiap orang dewasa
ini ibarat menjaga suluh dihempasan angin puyuh. Meski berat harus tetap
dilakukan agar ia tidak padam dan dapat terus menjadi penunjuk jalan. Pada sisi
ini, jelas sekali pentingnya membaca dan mengapa orang harus membaca.
Pada sisi lain, kemauan membaca
tidak melulu hadir disebabkan kesadaran mereka akan manfaat yang dapat dipetik
dari membaca, namun juga diendorse atau didorong (drive) oleh
peran negara dalam menghadirkan buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Menurut Syarif Bando, sebagaimana dikutip dalam tribunnews.com
(22/3/2021) total jumlah bacaan dengan total jumlah penduduk Indonesia memiliki
rasio nasional 0,09. Artinya, satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun,
sehingga Indonesia memiliki tingkat terendah dalam indeks kegemaran membaca.
Salah satu solusi yang bisa ditempuh, jelas Syarif, adalah agar para Bupati,
Walikota, dan Gubernur bertanggung jawab menuliskan buku-buku yang sesuai
dengan lokal konten serta profer dengan kearifan budaya di masing-masing
daerah bagi penduduk di daerah itu.
Dengan
demikian jelaslah bahwa kemampuan menghayati makna serta arti penting dari sebuah
kegiatan yang namanya membaca terjalin secara berkelindan dengan kebijakan dan
peran negara dalam menghadirkan bahan bacaan dalam berbagai bentuk dan media.
Dengan sinergitas dua entitas tersebut diharapkan masyarakat akan tetap menjaga
semangat membaca mereka, laksana menjaga sebuah suluh yang menjadi penerang
jalan mengarungi kehidupan.
Bekasi,
02 September 2021
Komentar
Posting Komentar